SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI INDIA DAN DI TIONGKOK
A.
Agama
Buddha di India
Sejarah perkembangan
agama Buddha di India setelah Buddha Gautama wafat di bagi menjadi 3 periode,
yaitu :
-Masa perkembangan awal
hingga konsili agung,
-Masa kekuasaan raja
ashoka,
-Masa kemunduran agama
Buddha di India.
1.
Masa
perkembangan awal
Konsili pertama di adakan
di Raja Graha dan di hadiri oleh 500 arahat dengan tujuan utama mengumpulkan
ajaran ajaran yang telah di wedarkan Buddha dan menyusunnya secara sistematis.
Konsili ini berhasil mengumpulkan ajaran ajaran Buddha kedalam 3 golongan, dari
sumber inilah kemudian disusun kitab tripitaka sebagaimana dikenal saat ini.
Pada konsili kedua di vesali, bahwa kelompok yang ingin tetap mempertahankan
kemurnian vinaya berjumlah lebih kecil daripada kelompok yang menginginkan
perubahan perubahan. Kelompok pertama kemudian menamakan diri Stavirada yang
kelak disebut Teravada, sedangkan kelompok bhikkhu yang menginginkan perubahan
menamakan diri mahasanghika.
Pada konsili II sebagai
awal adanya 2 kelompok yakni Mahasanghika vajian yang kemudian dikenal dengan
aliran utara (Mahayana) sedangkan Sthaviharavada atau aliran Selatan (Hinayana)
Setelah konsili kedua tersebut, untuk selama 100 tahun tidak
banyak yang diketahui tentang perkembangan agama Buddha di India. Terutama
setelah raja kalasoka meninggal dunia. Baru dengan munculnya raja asoka dari
dinasti maurya, sekitar 272 SM, agama Buddha memperlihatkan perkembangan yang
sangat pesat ke seluruh dunia.
Pada konsili III diadakan
sebagai akibat dari sebagian bhikkhu yang menganut pandangan sarvas tivadin,
sebagai melawan pandangan tradisional dari yang lebih tua. Dari Konsili I
sampai IV secara garis besar terpecahlah aliran Buddha menjadi empat aliran
besar, yaitu Sthavirada menjadi aliran yang sekarang bernama Theravada Buddhis,
sedangkan Mahasangika dan Sarvastivada kelak menjadi aliran Mahayana Buddhis.
Sammitya yang merupakan pecahan Sthavirada sudah punah.Theravada Buddhis
berkembang di India semasa Raja Asoka dan dibawa oleh Putra Raja Asoka yang
bernama Mahinda ke Srilanka dan kelak dari Sri Lanka menyebarlah Buddha
Theravada ke Asia Tenggara pada abad ke-11.
Dari India
menyebarlah agama Buddha Mahayana ke timur, yaitu Cina, Korea, Jepang, dan ke
Utara Tibet dan Nepal yang kelak menjadi Tantrayana Buddhis. Menjelang
pertemuan terakhir atas anjuran raja asoka maka dikirimlah utusan utusan ke
berbagai Negara untuk menyebarkan dharma, antara lain : Syiria, Mesir, Yunani,
dan Asia Tenggara Masa Kekuasaan Raja Asoka
Sebelum Raja Asoka naik
tahta, beliau memegang kuasa sebagai raja muda di India Barat, suatu ujian
diadakan untuk menunjukan kecakapannya. Beliau menggantikan ayahnya sejak masih
muda, tetapi penobatannya sebagai raja baru diadakan empat tahun kemudian.
Tidak seperti nenek dan ayahnya, beliau adalah seorang yang lemah lembut, ramah
dan berbakti, setia kepada agama dan sangat mengasihi rakyatnya. Walaupun
demikian, beliau terpaksa berperang demi ketentraman di Deccan dan
menaklukkan kerajaan Kalinga (Teluk Benggala). Setelah Raja
Asoka mendengar bahwa dalam peperangan tersebut sekitar 100.000 orang Kalinga meninggal
dan 150.000 ditawan, beliau sangat sedih dan bersumpah tidak akan mengangkat
senjata lagi terhadap siapa pun untuk selamanya. Semakin lama semakin nampak
keinginannya untuk mengikuti ajaran Buddha dan menjalankan
segala ajaran Buddha dalam kehidupan sehari - hari serta dalam
pemerintahan.
Di tahun 249 SM atau 24
tahun setelah menjadi raja, Raja Asoka mengunjungi tempat - tempat yang
berhubungan dengan kehidupan Buddha Gotama. Tempat –
tempat tersebut adalah: Kapilavatthu (tempat kelahiran Buddha), Vārāṇasī (tempat Buddha
pertama kali mengajarkan Dhamma), Buddhagayā (tempat pohon
MahāBodhi), dan
Kusināra
(tempat Parinibbāna Buddha).
Di tempat - tempat tersebut, Raja memberikan dāna dan
mendirikan tanda - tanda peringatan yang sampai sekarang masih sangat bermakna
untuk mempelajari sejarah masa lalu. Raja Asoka meninggalkan ajaran Brahmana dan
mengikuti ajaran Buddha, kemudian Raja menjadi Bhikkhu.
Ajaran Buddha pada masa itu mendapat kedudukan sebagai agama
kerajaan. Atas titah Raja Asoka, sekitar 48.000 buah thūpa (stupa)
didirikan. Yang masih tersisa adalah stupa yang terkenal di
Sanchi (India Tengah), dekat ibukota di bawah pemerintahannya dulu. Untuk
puterinya, Puteri Charumali yang sangat berbakti, Raja mendirikan
beberapa vihāra bagi kaum wanita,
terutama di bagian Nepal.
Pada tahun kesepuluh masa
pemerintahan Raja Asoka diselenggarakan Saṅgāyanā yang ketiga di
ibukota Magadha, Pataliputta (218 tahun
sejak Parinibbāna Buddha Gotama).
Saṅgāyanā di pimpin
oleh Bhikkhu Tissa Moggaliputta dan
menetapkan Kattavatthu ke dalam Abhidhammā. Diberitakan bahwa
pada masa itu terdapat delapan belas aliran (Therāvada yang
terkemuka) dalam ajaran Buddha. Seorang sarjana barat, Kern,
menilai bahwa Saṅgāyanā ketiga ini bukan
bersifat umum, melainkan hanya dihadiri oleh kelompok Therāvada.
B. Agama Buddha di Tiongkok
Agama Buddha kemungkinan
besar muncul di Tiongkok sekitar abad pertama Masehi dari Asia
Tengah (meski menurut tradisi agama ini dibawa oleh seorang bhiksu pada
masa pemerintahan raja Asoka), sampai abad ke-8 ketika negara ini
menjadi pusat agama Buddha yang penting. Agama Buddha tumbuh dengan subur
selama awal dinasti Tang(618–907). Dinasti ini memiliki ciri keterbukaan
kuat terhadap pengaruh asing, dan pertukaran unsur kebudayaan dengan India
karena banyaknya perjalanan bhiksu Buddha ke India dari abad
ke-4sampai abad ke-11.
Namun pengaruh asing
kembali dianggap negatif pada masa akhir dinasti Tang. Pada tahun 845, Kaisar
Tang Wu-Tsung melarang semua agama "asing" (termasuk agama
Kristen mazhab Nestorian, Zoroastrianisme, dan Buddha) untuk
lebih mendukung Taoisme yang merupakan ajaran pribumi.
Agama Buddha di Cina juga melahirkan beberapa aliran besar dalam
golongan Buddha Mahayana, antara lain :
a. Aliran Chan atau Dhyana yang didirikan oleh Boddhirma, asal
India tetapi menetap di Cina antara 527-536 M. Boddhidharma di kenal
sangat raqdikal terhadap kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama Buddha dan
bermaksud untuk kembali pada semangat ajaran Buddha yang asli sehingga aliran
yang didirikannya sangat memberi tekanan pada teks-teks suci. Aliran ini
berkembang pesat di Cina terutama pada masa Hui Neng (838-713 M.) karena
mengaku mendapatkan ajarannya langsung dari Sakyamuni . dalam
perkembangannya kemudian , aliran ini masuk dan berkembang di Jepang
menjadi Zen dan berpengaruh dalam kehidupan keagamaan di Cina maupun Jepang
sampai hari ini. Seorang Bikkhu Cina memberi warna lain pada aliran ini dengan
menekankan ajaranya pada etos kerja dalam kata-kata singkat: “sehari tanpa
kerja adalah sama dengan sehari tanpa makan. kehidupan tidak hanya di isi
dengan meditasi, tetapi juga dengan kerja”
b. Aliran Vinaya, didirikan oleh Too Hsuan (595-667M), yang
menekankan ajarannya pada pelaksanaan vinaya secara ketat. Menurut aliran ini,
pengingkaran terhadap dunia dan kesusilaan merupakan kondisi kehidupan sang
Buddha. Oleh karena itu aliran ini menekankan pada kehidupan mistik dan
membiara. Aliran Ching-tu atau tanah putih, yang didirikan oleh Hin Yuan
dan T’an Lun. Ajarannya didasarkan pada kitab Amithayadhana, sebuah kitab yang
merupakan kelanjutan dari kitab Sukhau Zatiyuha. Aliran ini menekankan pada
pemujaan terhadap Amida Atau Amitaba yang mewujudkan diri dalam Dewi Kwan
In.Aliran aliran lainya adalah aliran Chen Yen yang bercorak esoteris dan
banyak mempergunakan mantram atau diagram magik dalam mencapai tingkat
kebuddhaan; Aliran T’ien T’ai yang didirikan oleh Chih-Yi, seorang ahli tafsir
atau kitab kitab sutra, dengan ajaranya yang menekankan pada dharma dan
meditasi dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar