Selasa, 22 Mei 2012

TILAKHANA, PATICCA-SAMUPPADA, TUMIBAL LAHIR

1.    TILAKHANA, PATICCA-SAMUPPADA, TUMIBAL LAHIR
a.    Tilakhana
1.    Anicca (ketidak-kekalan)
Alam semesta ini mengalami banyak perubahan yang tidak ada putus-putusnya. Tidak ada satupun yang tetap sama untuk selama satu saat yang berturut-turut. Realitas alam semesta ini bukanlah merupakan suatu kolam yang tenang, akan tetapi merupakan suatu arus/aliran yang mengalir deras.
Sejak saat permulaan terbentuknya sesuatu, kehancuran telah membayanginya dan dapat dipastikan bahwa suatu saat akan hancur kembali tidak berbekas. Rumah yang baru akan menjadi tua dari hari ke hari, sampai pada suatu saat dirobohkan dan tidak lagi bekas-bekasnya yang tertinggal. Setiap denyutan jantung membawa kita lebih dekat kepada kematian.
Ketidak-kekalan yang diajarkan dalam agama Buddha ini bukanlah suatu yang direka-reka atau yang dibuat-buat, akan tetapi merupakan kenyataan, fakta, yang dirasakan dan dialami dengan jelas sekali dalam kehidupan kita sehari-hari.

2.    Dukkha (derita jasmani-rohani)
Kata dukkha terdiri dari DU, SUKAR dan KHA, yang artinya “menanggung/ memikul”, dukkah berarti memikul sukar atau menanggung sukar, atau bisa diterjemahkan dengan derita.
Ajaran agama Budhha bukan tidak mengakui adanya “kebahagiaan” atau “sukha”, karena yang dinamakan kebahagiaan oleh orang pada umumnya adalah tidak kekal, akan berubah menjadi dukkha.
Di dalam kitab Majjhima-Nikaya 82: Rtthapala-Sutta terdapat empat kalimat yang mencerminkan makna dukkha, yaitu:
·         Upaniyati loko addhuvo’ti: Kehidupan dalam alam maupun juga adalah tidak kokoh/kuat.
·         Attana loko anabhissaro’ti: kehidupan dalam alam maupun juga tidak memiliki pernaungan dan tidak ada perlindungan 
·         Assako loko sabbang pahaya gamani yan’ti: Kehidupan dalam alam manapun juga adalah tidak memiliki suatu apapun dan sesuatunya akan ditinggalkan  serta kehidupan berlangsung terus.
·         Kehidupan dalam alam maupun juga adalah tidak lengkap, tidak terpuaskan  dan diperbudak oleh hawa nafsu.

3.    Anatta (tidak ada inti yang kekal/tanpa aku))
Rohani (nama) adalah tidak kekal, karena muncul, berubah, lenyap diluar kemauan kita. Demikian jasmani (Rupa) itupun tidak kekal, karena muncul, berubah, lenyap, diluar kemampuan kita.
Tidak dapat kita mengatakan, jasmaniku harus begini atau jangan begitu. Jasmani-Rohani tidak dapat dikuasai oleh siapapun juga. Karena tanpa pemilik atau tanpa majikan dan berubah-ubah di luar kemauan kita.
Segala sesuatu di alam semesta ini tiada satupun yang dapat disebut: kepunyaan-ku, aku, diriku, maka itu segala sesuatu di alam semesta ini harus dipandang: “semua yang bersyarat dan yang tidak bersyarat adalah tanpa diri yang kekal dan terpisah”

b.   Paticca-Samuppada
Setiap kejadian selalu bergantung pada kejadian lain yang mendahuluinya; dan selalu menimbulkan kejadian lain yang mengikutinya. Bagaikan  sebuah gelombang yang berasal dari gelombang yang mendahuluinya, dan menimbulkan gelombang yang mengikutinya, demikianlah pula arus sebab akibat (rangkaian kejadian) ini mengalir terus tidak henti-hentinya.
Segala sesuatu yang terdapat di alam semesta ini dapat dikembalikan ke dalam rangkaian sebab akibat seperti di atas. Tak sesuatu yang timbul tanpa bergantung kepada sebab yang mendahuluinya; dan tidak ada sesuatu yang timbul akibat yang mengikutinya. Apabila sesuatu berhenti (padam), maka berhenti pula rangkaian kejadian yang mengikutinya.
Di bawah ini dijelaskan tentang 12 mata rantai (Nidana) , sebagai berikut:
1.    Avijja (ketidaktahuan)
2.    Sankhara (bentuk-bentuk Kamma)
3.    Vinnana (kesadaran)
4.    Nama Rupa (rohani-jasmani)
5.    Salayatana (enam landasan indriya)
6.    Phassa (kontak/kesan-kesan)
7.    Vedana (perasaan)
8.    Tanha (keinginan/kehausan/kerinduan)
9.    Upadana (ikatan/kemelekatan)
10. Bhava (arus penjeleman)
11.  Jati (kelahiran)
12.  Jaramarana (kelapukan, hari tua, kematian)
c.   Tumibal Lahir
Tumibal lahir (patisandhi/punabbava) bukan berarti pemindahan atau penjelmaan. Dalam agama Buddha tidak dikenal pemindahan atau penjelmaan dari nama (bathin/jiwa) setelah seseorang meninggal dunia. Akan tetapi dikenal istilah “penerusan” dari nama (bathin/jiwa).
Ketika seseorang akan meninggal dunia, kesadaran ajal (cuti-citta) mendekati kepadaman dan didorong oleh kekuataun-kekuatan kamma. Kemudian kesadaran ajal.

2.    NIBBANA
Nibbana adalah sebutan bahasa Pali dan Nirvana adalah bahasa sangskerta. Kata Nibbana berasal dari kata Nirvana, yang terbagi atas dua kata yaitu: NIR artinya Padam dan VANA dari akar kata VA artinya Meniup. Jadi kata Nibana artinya Meniup Padam, dan apakah yang ditiup menjadi padam? Yang padam ditiup adalah tidak lain Tanha atau Tanhakkaya atau Asavakkaya (nafsu keinginan).
Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi, suatu keadaan kebahagiaan abadi yang luar biasa. Kebahagiaan ini tidak dapat dialami dengan memanjakan indera, tetapi dengan menenangkannya. Nibbana adalah tujuan akhir ajaran agama Buddha.
            Jadi Nibbana atau Nirvana itu dibagi dua bagian yaitu:             
  1. Nibbana yang masih mengandung sisa-sisa kelima kelompok kehidupan yang masih ada dan ini dicapai dalam kehidupan di dunia ini atau dalam kata Pali disebut SA UPADISESA NIBBANA.
  2. Nibbana yang tidak mengandung sisa-sisa kelima kelompok kehidupan, yang dicapai setelah meninggal dunia atau dalam kata Pali disebut AN UPADISESA NIBBANA.
Pada saat mencapai nibbana segala sesuatu tidak dilahirkan, tidak ada asal mulanya. Tidak terbentuk, tidak diciptakan. Karena itu bilamana disana tidak ada sesuatu yang dilahirkan, tidak ada asal mulanya, karena itu tentu tidak perlu dan tidak mungkin menghindari kelahiran, asal mula dan bentuk pencipta. Karena tidak ada lagi bentuk, dan tidak ada lagi sesuatu yang diciptakan, maka tidak perlu dan tidak mungkin lagi menghindari kelahiran, asal mula dan bentuk pencipta.
Seseorang harus belajar untuk tidak melekat dari semua hal keduniawian. Jika ada kemelekatan terhadap seseorang atau sesuatu atau jika ada keengganan terhadap seseorang atau sesuatu, seseorang tidak akan pernah mencapai nibbana karena nibbana melampaui semua kemelekatan dan keengganan. Suka dan tidak suka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar