Rabu, 23 Mei 2012

AGAMA BUDDHA DI KOREA DAN DI JEPANG




A. Agama buddha di jepang

Berbeda dengan keadaan di China di mana agama Buddha berawal dari lingkungan keluarga, di Jepang pengenalan agama Buddha menjangkau bangsa Jepang secara menyeluruh. Agama Buddha diperkenalkan ke Jepang melalui Kudara di Pakche, salah satu kerajaan di semenanjung Korea pada tahun 522, dan oleh penguasa politik Jepang pada waktu itu dimaksudkan sebagai perlindungan bagi negara. Agama baru ini diterima oleh dinasti Soga yang berkuasa. Sejarah agama Buddha di Jepang dikelompokkan ke dalam tiga periode,yakni :
-      Periode kedatangan
(abad ke 6-7), mencakup periode Asuka dan Nara
-      Periode nasionalisasi
(abad 9-14), mencakup periode Aeian dan Kamakura
-      Periode lanjutan (abad
15-20), mencakup periode Muromachi, Momoyama, dan Edo serta zaman modern.
•  Periode kedatangan
Manifestasi agama Buddha pada periode ini adalah penyesuaian (adaptasi) terhadap kepercayaan asli bangsa Jepang, yakni agama Shinto. Para bhiku pada masa ini harus dapat melaksanakan upacara keagamaan bersamaan dengan upacara pemujaan nenek moyang. Secara bertahap agama Buddha dapat mempertahankan diri dan berkembang di antara rakyat banyak tanpa menyisihkan agama Shinto.Penerapan ajaran agama Buddha dari China oleh Jepang berdasarkan latar belakang karakter kebudayaan China, di mana agama Buddha diterima oleh keluarga kaum aristo¬crat. Kaum aristocrat di Jepang pada waktu itu adalah kaum intelektual. Begitu kaum aristocrat menerima agama Buddha, maka penyebarannya ke seluruh negeri berlangsung dengan cepat.
Beberapa penguasa di Jepang pada zaman kuno menerima agama Buddha sebagai pedoman hidup. Pangeran Shotoku (574-621), di bawah pemerintahan Ratu Suiko banyak berperan dalam perkembangan agama Buddha di Jepang, misalnya dengan mendirikan Vihāra Horyuji dan menulis banyak komentar mengenai ketiga kitab suci agama Buddha.Pada periode ini tercatat enam aliran agama Buddha yang diperkenalkan dan berkembang di Jepang.
• Periode nasionalisasi
Periode ini diawali dengan munculnya dua aliran agama Buddha di Jepang, yaitu
aliran Tendai oleh Saicho (797-822) dan aliran Shingon oleh Kukai (774-835). Tujuan dari para pendiri aliran tersebut adalah agar agama Buddha dapat diterima oleh rakyat Jepang.Selama pemerintahan Nara (710-884) sesungguhnya agama Buddha telah menjadi agama negara. Kaisar Shomu secara aktif telah mempropagandakan agama ini dan membuat patung Buddha yang besar di Nara serta menjadikannya sebagai pusat kebudayaan nasional. Di tiap propinsi dibangun pagoda-pagoda dan sistem pembabaran Dhamma yang efektif sesuai dengan keadaan setempat.Sekte Kegon (Huan Yen) versi Jepang memberikan ideologi Buddhis baru bagi negara. Selama pemerintahan Nara terdapat 6 sekte yang berkembang di Jepang. Sekte Kagon (sekte Hwaom Korea) adalah sekte yang mempunyai pandangan dan kepercayaan bahwa semua yang ada di dalam ini dapat berhubungan erat dengan kosmik yang terwujud di dalam tubuh Buddha. Pandangan dan kepercayaan ini didasarkan pada Avatamsamkasutra. Pendidikan dan pemikiran Ritsu terutama lebih ditekankan pada disiplin (vinaya) serta semata-mata merupakan alternatif akademik. Pada saat penyelamat alam yang ideal yang diperkenalkan adalah apa
yang diajarkan Lotus Sutra dan penekanannya pada peranan umat seperti penjelasan dalam Vimalakitri Sutra. Dengan adanya cara penyelamatan yang ideal ini menjadi jelas bagi raja bahwa rohaniawan terlalu banyak berperan dan aktif di dalam politik. Agama Buddha Jepang yang berkarakter Jepang terus berlangsung dan dapat didengar dalam pendidikan dan pemikiran baru dari masa Huan. Kompleks Vihāra Tendai di atas pegunungan Hie dikenal sebagai cikal bakal dari agama Buddha di dalam menyelamatkan keamanan negara.
Aliran Shingon adalah salah satu bentuk dari aliran Tantra yang diperkenalkan kepada Jepang oleh Bhiku Kukai di awal abad ke-9. Agama Buddha Shingon menentukan penyatuan dari pemeluknya dengan Buddha (persatuan Kawula-Gusti) dalam berbagai macam bentuknya.Dalam perkembangan sekte-sekte Buddhis, Tendai dan Shingon bercampur baur dengan agama Shinto yang nampak dalam penyatuan pemujaan dewa Shinto dan dewa-dewa dalam agama Buddha, sehingga terjadi persekutuan pemujaan.
Gerakan dalam agama Buddha terjadi pada abad ke-10 dengan munculnya kepercayaan
terhadap Buddha Amitābha. Banyak orang yang memeluk kepercayaan ini
karena kesederhanaan ajaran, yakni dengan mengucapkan ”Amitābha Buddha”
secara berulang-ulang akan terlahir di Tanah Suci (Sukhavati). Kemudian gerakan
lain banyak muncul pada abad ke-13 karena banyak didorong oleh cita¬-cita umat
awam untuk mencapai kemurnian dan kesederhanaan ajaran maupun caranya.
Pandangan ini banyak dianut oleh para petani dan prajurit.
Setelah tahun 1500,agama buddha jepang tidak lagi berjalan mulus. Kekuatan kreatifnya
telah memudar dan kekuatan politiknya telah terpecah. Nabunaga menghancurkan
kubu tendai di heizen pada tahun 1571,dan hideyoshi melakukannya pada pusat
shingon besar di negoro pada tahun 1585.Dibawah pemerintahan tokugawa (1603-1867),konfusianisme bangkit kembali. Kemudian pada abad ke-18, shintoisme yang militan
bangkit kembali.agama budha surut ke belakang layar,organisasi dan aktivitas
para biksu diawasi pemerintah dengan hati-hati,untuk menjamin pendapatan-pendapatan wihara dan pada saat yang sama mencegah berkembangnya kehidupan yang independen di dalamnya.agama budha tenggelam dalam keadaan yang lamban.tetapi tradisi sekte ini tetap berlanjut.sekte zen menunjukan kegairahan.pada abad ke-17,hakuin memperkenalkan kehidupan baru kepada sekte rinzai dan sekte ini menganggapnya sebagai pendiri kedua ; pujangga basho mengembangkan gaya puisi baru.pada tahun 1655,sekte zen yang ketiga,obakhu masuk dari china dan tetap menggunakan karakter-karakter khas china.tahun 1868 agama budha amat diabaikan dan dalam waktu singkat sepertinya agama ini akan
musnah.tapi setelah tahun 1890,pengaruhnya kembali meningkat dan pada tahun
1950,dua pertiga dari penduduk menganut salah satu sekte utama.adaptasi
terhadap kehidupan moderen dan terhadap persaingan dengan umat kristen lebih
banyak terjadi disini dari pada di negara-negara budha lainnya.pada tahun-tahun
terakhir,zen jepang menarik banyak perhatian di eropa dan amerika,dan penafsir
yang sangat baik adalah D.T.Suzuki.Pada zaman Kamakura mulai timbul
feodalisme di Jepang. Aliran-aliran agama Buddha yang tumbuh dalam
suasana feodalisme tersebut di antaranya adalah Zen yang diperkenankan oleh
Eisai (1141-1215), Dogen (1200-1253) serta Nichiren yang didirikan oleh
Nichiren (1222-1282).
• Perkembangan Nichiren
Pada abad ke-13, agama Buddha di Jepang menghasilkan seorang pembaharu yakni Bhiku Nichiren (1222-1282). Pemimpin yang memiliki kharisma ini mengajarkan bahwa keselamatan dapat dicapai dengan mengucapkan kata-kata suci NamaMyohorengekyo
(terpujilah Sadharmapundarika Sūtra) dan beliau tidak ragu-ragu untuk mengkritik orang lain. Ramalan Nichiren mengenai bangsa Mongol yang akan menyerang Jepang menyebabkan sekte ini terkenal di Jepang.Dalam sekte Nichiren terdapat dua kelompok yang besar.
• Periode Lanjutan
Dengan berakhirnya periode Kamakura, maka di Jepang tidak terdapat perkembangan
agama yang berarti, kecuali meluasnya beberapa aliran.Pada zaman Edo
(1603-1867), agama Buddha sudah kembali menjadi agama nasional di bawah
perlindungan Shogun Tokogawa. Pada masa pemerintahan Shogun Tokogawa,
agama Buddha di Jepang menjadi tangan (alat) dari pemerintah. Vihāra
sering digunakan sebagai pendataan dan pendaftaran penduduk dan dijadikan salah
satu cara untuk mencegah penyebaran agama Kristen yang oleh pemerintah
feodal dianggap sebagai ancaman politik.
Agama Buddha tidak begitu populer di kalangan masyarakat pada masa pemerintahan Meiji
(1868-1912). Pada waktu itu, muncul usaha untuk menjadikan Shinto
sebagai agama negara, yang dilakukan dengan cara memurnikan ajaran Shinto
yang telah bercampur dengan agama Buddha, dan untuk itu dibutuhkan suatu
penyelesaian. Cara yang dilakukan antara lain dengan menyita tanah vihāra
dan membatasi gerak-gerik para bhiku.Keadaan tersebut berubah setelah restorasi Meiji pada tahun 1868, agama Buddha menghadapi saingan dari agama asli, Shinto. Namun hal itu dinetralisir dengan kebebasan memeluk agama yang diberikan oleh undang-undang dasar Jepang.

B. Agama Buddha di Korea

Agama Budha masuk pertama kali ke Korea terjadi pada tahun 373 SM, ketika raja So-su-rim dari kerajaan Kokuryo menguasai seluruh belahan utara semenanjung Korea dan sebagian besar kawasan Mancuria. Agama Budha menjadi agama induk di Korea, sehingga
kebudayaan Korea Kuno tidak bisa lepas dari agama Budha. Agama Budha sendiri
mencapai puncak kejayaan di Korea selama 300 tahun pada masa kerajaan Silla
bersatu yang didirikan pada tahun 668 SM. Wilayah teritorial kerajaan Silla
bersatu meluas sampai ke garis yang menghubungkan Pyongyang dan Wong-san, dan
beribukota di Kyong-ju. Pada masa Silla bersatu, agama Buddha menjadi agama
nasional. Jika ditinjau dari peninggalan-peninggalan yang masih ada, kerajaan
Silla sangat unggul dalam arsitektur agama Budha, di samping barang-barang
keramik di masa kerajaan Kokuryo dan tulisan indah di masa kerajaan Lee.
Agama Budha merupakan rumus filsafat yang tinggi, karena bertujuan untuk memperoleh
kebersihan jiwa dengan penolakan nafsu-nafsu duniawi dan menghindari adanya
kebangkitan roh-roh jahat dan membawa roh-roh suci ke dalam Nirwana. Korea
memiliki 6.700 kuil Budha, termasuk 1.600 candi besar dan kecil. Hampir di
setiap kompleks candi dan kuil Budha di Korea terdapat sebuah kuil kecil yang
terletak dekat dengan ruangan utama tempat sembahyang. Lukisan seorang tua yang
berjanggut putih panjang dengan ditemani seekor harimau jinak menghiasi dinding
kuil kecil tersebut. Lukisan tersebut mendapat pengaruh dari kepercayaan
Tauisme. Sebenarnya sejak masuknya agama Budha ke Korea, sangat sedikit
masyarakat yang mau bersembahyang, untuk itulah maka didirikan kuil kecil yang
dapat digunakan untuk sembahyang. Karena menurut kepercayaan Tauisme, sembahyang
di Kuil agar anak laki-laki atau suaminya lulus ujian. Melahirkan anak
laki-laki, menjaga kesehatan anggota keluarga dan juga untuk menambah anggota
keluarga. Dengan kepercayaan semacam itu, banyak orang yang mengunjungi candi
dan mampir ke kuil kecil untuk sembahyang.
Terdapat sekitar 29 juta orang beragama Buddha di Korea. Hal ini bearti bahwa agama Budha merupakan agama terbesar di Korea, terbukti menurut penanggalan imlek, yakni
tanggal 8 bulan keempat diperinagti hari lahirnya Budha Gautama.
Agama Budha di Korea sendiri beraliran Mahayana. Rakyat Korea dikenal sangat cinta
terhadap kesenian dan selalu berusaha untuk memahirkannya. Oleh karena itu,
peninggalan-peninggalan kebudayaan agama Buddha memiliki sifat kesenian yang
tinggi dan khas. Di antara peninggalan-peninggalan kebudayaaan agama Buddha di
Korea selain arsitektur Buddha, ukiran patung-patung Buddha merupakan ciptaan
yang sangat bermutu. Untuk itu, sampai sekarang rakyat Korea sangat
membanggakan seni itu kepada masyarakat dunia Patung-patung Buddha
mencapai puncak keindahannya pada masa Silla bersatu. Salah satu yang menjadi
kebanggaan rakyat Korea adalah patung-patung batu dari batu granit yang
terletak di gua kuil suci Sok-Gul-am di puncak gunung To-ham di kota Kyong-ju,
ibu kota kerajaan Silla bersatu. Patung yang terbesar dan indah dan mengarah ke
timur didirikan pada tahun 752. Rakyat menganggap patung tersebut adalah patung
yang paling unggul di Korea. Pada tahun 1995, UNESCO menetapkan patung tersebut
sebagi salah satu peninggalan kebudayaan manusia. Bahan-bahan yang digunakan
untuk patung-patung Buddha ukuran besar di Korea adalah besi, perunggu, kayu
yang disepuh emas, dan emas murni, di samping batu besar.Sementaraitu,
patung-patung ukuran kecil dibuat dari perunggu, sepuhan emas, emas murni, atau
tanah liat mengkilat.
Selain agama Budha, masyarakat Korea khususnya para ibu rumah tangga selalu sembahyang di hadapkan pada semangkuk air yang berisi air jernih yang diletakan di tempat suci di belakang rumah mereka. Setiap pagi hari, Ibu meletakan semangkuk air di
belakang rumah dan bersembahyang dalam keadaa yang masih sepi. Mereka
memanjatkan doa agar anggota keluarga di berikan kesehatan dan keselamatan
serta keberhasilan suami dan anak-anaknya dalam tugasnya masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar